Kab. Cirebon, Kontroversinews — Publik Cirebon baru-baru ini kembali digemparkan oleh penangkapan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Penangkapan dilakukan setelah Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon menemukan adanya dugaan kerugian negara sebesar Rp2,6 miliar dalam sebuah proyek. Kepala DPKPP ditangkap bersama enam orang lainnya dan kini tengah menjalani proses hukum.
Situasi tersebut tampaknya menjadi bayangan ancaman bagi sejumlah dinas lain, salah satunya adalah Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon, yang kini tengah dalam proses pemilihan perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) untuk pengadaan barang melalui sistem e-Katalog (belanja daring). Pengadaan ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), yang berarti berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Empat Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di bawah naungan Dinkes Kabupaten Cirebon dijadwalkan akan menerima barang tersebut dalam waktu dekat, setelah proses pemilihan PT selesai. Nilai per unit barang tersebut diperkirakan mencapai Rp500 juta, sehingga total pengadaan untuk empat Puskesmas mencapai Rp2 miliar.
Namun, muncul dugaan bahwa proses pengadaan ini tidak berjalan sesuai prosedur. Dari sekian banyak PT yang tersedia di e-Katalog, Tim Teknis Dinkes diketahui telah merekomendasikan satu PT yang dianggap memenuhi syarat dan layak sebagai penyedia. Bahkan, menurut sumber internal, PT tersebut telah mendapatkan persetujuan dari pihak Kejaksaan.
Sayangnya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinkes justru dikabarkan memiliki preferensi berbeda, yakni memilih PT dari luar Provinsi Jawa Barat. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, mengingat jika terjadi masalah pada barang yang dikirim, proses pengaduan dan penanganan bisa menjadi lebih sulit. Ditambah lagi, indikasi adanya “success fee” atau imbalan tertentu dari penyedia menjadi dugaan yang menguatkan potensi pelanggaran prosedur.
Sebagai catatan, pada tahun 2024, tiga Puskesmas telah menerima barang serupa. Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun, barang-barang tersebut diduga sudah tidak berfungsi optimal. Kini, pada tahun 2025, empat Puskesmas kembali ditunjuk sebagai penerima. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan: apakah kualitas barang tahun ini akan lebih baik, atau justru mengulang kegagalan sebelumnya?
Untuk menelusuri kejelasan mekanisme pemilihan PT dan kualitas barang, wartawan media ini mencoba menghubungi Kepala Dinas Kesehatan, dr. Neneng, PPK bernama Jajang, serta PPTK bernama Damiri melalui pesan WhatsApp sebanyak dua kali.
Pada upaya pertama, ketiganya bungkam. Bahkan, salah satu dari mereka diketahui memblokir nomor wartawan. Baru pada percobaan kedua, Damiri membalas, “Waalaikumsalam, arahan dari Pak Jajang hari Rabu saja, Pak. Di kantor habis zuhur,” tulisnya singkat. Sedangkan dr. Neneng hanya menjawab, “Waalaikum salam wr. wb. Mangga Pak, ditunggu di Dinkes.” Namun, saat wartawan tiba di kantor Dinkes dan mengirim bukti keberadaan di lokasi, dr. Neneng kembali tidak memberikan respons hingga berita ini ditulis.
Minimnya transparansi dan indikasi pengabaian prosedur memperkuat dugaan bahwa Dinas Kesehatan tengah menempuh jalur yang serupa dengan DPKPP dalam pelaksanaan proyek berbasis e-Katalog. Jika tidak ditangani secara transparan dan akuntabel, penggunaan DAK melalui mekanisme tersebut berpotensi menjadi tindakan melawan hukum. (Kusyadi)